SEPAK-BOLA.ID - Paris Saint-Germain (PSG) tengah memasuki era baru yang mengejutkan banyak pihak. Tanpa kehadiran dua megabintang Kylian Mbappe dan Lionel Messi, tim asuhan Luis Enrique justru menjelma menjadi skuad yang lebih seimbang, tajam, dan mengintimidasi.
Alih-alih melemah, PSG kini tampil sebagai kekuatan kolektif yang menakutkan, terutama di kancah Eropa.
Selama ini PSG kerap diasosiasikan dengan dominasi lokal yang membosankan dan ketergantungan pada individualitas para bintang.
Namun, musim ini cerita berubah. Dengan skuad yang lebih muda dan energik, PSG tampil fleksibel dalam strategi dan disiplin dalam eksekusi permainan.
Meski beberapa pihak meragukan kemampuan skuad ini karena minimnya nama besar, performa mereka justru menunjukkan kematangan.
PSG masih punya kelemahan, terutama di sektor bek kanan dan kreativitas kombinasi di lini depan, namun secara keseluruhan, mereka telah melampaui ekspektasi.
Perubahan mencolok terlihat dalam pendekatan taktik mereka. Bila di era Messi dan Mbappe kontribusi tanpa bola sangat minim, kini PSG dikenal sebagai tim yang agresif dalam pressing tinggi.
Di Liga Champions musim ini, mereka tercatat sebagai tim dengan frekuensi high pressing tertinggi hingga babak semifinal.
Salah satu momen penting terjadi saat mereka menghadapi Arsenal di Emirates Stadium. Tekanan tinggi dari PSG membuat The Gunners kesulitan membangun serangan dari belakang.
Kombinasi umpan terbanyak Arsenal hanya terjadi di antara dua bek tengah dan kiper David Raya — gambaran betapa efektifnya pressing ala Luis Enrique.
Namun, kekuatan PSG tak hanya terletak pada tekanan tanpa bola. Dalam laga di Anfield melawan Liverpool, mereka menunjukkan wajah berbeda. PSG mendominasi penguasaan bola melalui ketenangan dan kecerdikan lini tengah.
Gelandang seperti Vitinha dan Joao Neves tampil luar biasa, membuktikan bahwa PSG bukan cuma mengandalkan fisik, tapi juga teknik tinggi dan kecerdasan bermain.
Di lini depan, PSG memiliki banyak opsi yang berbahaya dalam situasi transisi cepat. Khvicha Kvaratskhelia misalnya, sering tampak santai namun bisa meledak dalam momen-momen krusial dan melewati bek lawan dengan mudah.
Dua nama muda lainnya, Bradley Barcola dan Desire Doue, juga kerap memanfaatkan ruang kosong dengan sangat baik. Meskipun keputusan akhir mereka belum konsisten, kecepatan dan keberanian mereka memberi ancaman nyata bagi pertahanan lawan.
Sementara itu, Ousmane Dembele menjadi opsi unik ketika dimainkan sebagai penyerang tengah. Ia tak hanya menonjol lewat kecepatannya, tetapi juga kemampuannya mencari celah antar lini. Hal ini menambah variasi dalam skema serangan PSG, yang membuat mereka tak mudah ditebak.
Jika selama ini PSG sering dikritik karena lini belakang yang rapuh, musim ini mereka membungkam kritik tersebut. Dalam laga melawan Arsenal di Paris, ketika tim tamu mencoba mengandalkan lemparan jauh dan umpan silang dari Thomas Partey, pertahanan PSG tetap kokoh.
Lini belakang tampil disiplin, dan Gianluigi Donnarumma berdiri sebagai tembok terakhir yang sulit ditembus. Dua peluang emas Arsenal di lima menit awal berhasil digagalkan berkat penyelamatan krusial dari sang kiper dan koordinasi lini pertahanan yang solid.